Advertisement

Heboh Pesawat Sewa Asing Layani Rute Domestik, Alvin Lie: Aturannya Sudah Sangat Jelas

Lorenzo Anugrah Mahardhika
Jum'at, 30 Juni 2023 - 12:47 WIB
Abdul Hamied Razak
Heboh Pesawat Sewa Asing Layani Rute Domestik, Alvin Lie: Aturannya Sudah Sangat Jelas Dua pesawat berbadan besar milik delegasi KTT Presidensi G20 Indonesia dari Argentina dan Arab Saudi parkir di Bandara Internasional Yogyakarta - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA–Sejumlah pesawat asing yang tidak memiliki kode registrasi negara Indonesia dikabarkan berseliweran melayani penerbangan domestik selama berbulan-bulan.

Dalam unggahan foto pada akun Twitter pemerhati penerbangan Alvin Lie, @alvinlie21, yang diakses Jumat (30/6/2023), terlihat sejumlah pesawat jet yang terparkir di apron Bandara Halim Perdanakusuma. Dalam keterangan foto atau caption, Alvin menyebutkan banyak pesawat dengan kode registrasi T7 dan N yang berdomisili di bandara tersebut. 

Advertisement

Adapun, kode T7 menandakan pesawat tersebut teregistrasi di San Marino, sementara kode N menandakan pesawat teregistrasi di Amerika Serikat. Padahal, seharusnya pesawat-pesawat yang beroperasi di Indonesia memiliki kode registrasi PK.

BACA JUGA: Pesawat Sewa Milik Asing Berseliweran di Indonesia, Pengamat: Negara Rugi!

Alvin memaparkan, berdasarkan data yang ia dapatkan ada sekitar 30 pesawat berkode registrasi asing yang terparkir di Bandara Halim Perdanakusuma. Dia mengatakan, pesawat-pesawat dengan kode registrasi asing tersebut disewa dalam jangka panjang untuk melayani rute-rute domestik di Indonesia. Hal ini pun menyalahi peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Lantas, seperti apa peraturan yang berlaku terkait pesawat registrasi asing yang terbang melayani rute domestik di Indonesia?

Regulasi terkait penerbangan tidak berjadwal atau charter luar negeri telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 66/2015 tentang Kegiatan Angkutan Udara Bukan Niaga dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Luar Negeri dengan Pesawat Udara Sipil Asing ke dan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 15 ayat 1 pada regulasi tersebut menyebutkan angkutan udara bukan niaga luar negeri dan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing hanya dapat mendarat atau lepas landas dari bandar udara internasional.

Selanjutnya, pasal 15 ayat 2 menyebutkan, kegiatan angkutan udara bukan niaga dan niaga tidak berjadwal sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hanya melayani angkutan udara dari bandar udara di luar wilayah NKRI ke satu bandar udara internasional di dalam wilayah NKRI dan sebaliknya.

Adapun, Permenhub tersebut juga mengatur beberapa pengecualian untuk udara bukan niaga luar negeri dan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri. 

Pasal 16 menyebutkan, pengecualian terhadap regulasi ini diberikan pada 5 poin, yaitu pendaratan alasan teknis (technical Ianding), penerbangan VVIP, penerbangan bantuan kemanusiaan, penerbangan orang sakit (medical evacuation), serta untuk kepentingan nasional yang strategis atas izin khusus Menteri.

Sementara itu, pasal 18 juga menyebutkan, izin khusus Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e diberikan setelah pengajuan permohonan oleh pimpinan Kementerian/lembaga terkait kepada Menteri disertai alasan adanya kepentingan nasional yang strategis.

Secara terpisah, Alvin menyebutkan, peraturan terkait pesawat registrasi asing yang melayani rute domestik sudah ada dan sangat jelas dipaparkan pada Permenhub No 66/2015. Dia menjelaskan, pesawat berkode registrasi asing hanya boleh terbang dari luar negeri ke 1 bandara internasional di Indonesia.

“Jadi hanya point-to-point, tidak untuk melayani rute domestik,” kata Alvin saat dihubungi, Jumat (30/6/2023).

Alvin menyebutkan, pesawat asing tersebut juga telah melanggar aturan asas cabotage yang melindungi pesawat yang beroperasi untuk rute domestik. Asas cabotage tertuang dalam Pasal 7 Konvensi Chicago pada 1944. 

Pasal tersebut menetapkan setiap negara memiliki hak untuk menolak memberikan izin kepada suatu pesawat udara milik negara lain, yang bermaksud mengambil penumpang, pos, dan kargo dengan mendapat bayaran atau sewa di wilayahnya.

Selain itu, pesawat-pesawat asing yang tidak teregistrasi di Indonesia juga telah merugikan negara secara finansial. Hal tersebut karena setiap pesawat teregistrasi di luar negeri yang masuk ke Indonesia umumnya harus membayar bea masuk dan pajak terkait.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Tarif Parkir Dua Pantai di Gunungkidul Berbeda, Dishub: Perlu Ada Pembinaan Juru Parkir

Gunungkidul
| Kamis, 26 Desember 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Wisata Air Panorama Boyolali Jadi Favorit di Musim Libur Natal

Wisata
| Rabu, 25 Desember 2024, 17:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement